Format Baru Gerakan Mahasiswa
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia bahkan di dunia, mahasiswa
memiliki peran yang strategis. Di Indonesia, mahasiswa memiiki andil
yang besar dalam proses kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebutlah Soekarno,
Hatta, Sjahrir, mereka meniti perjuangannya ketika menjadi mahasiswa.
Proses peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru juga dimotori oleh gerakan
mahasiswa. Dalam kekuasaan Orde Baru yang otoriter, sempat pula terjadi
peristiwa yang digerakkan oleh mahasiswa, seperti; Peristiwa Malari,
gerakan anti-TMII. Selanjutnya, reformasi 1998 juga dimotori oleh
gerakan mahasiswa. Jadi tidak salah jika banyak yang menyebut bahwa
mahasiswa adalah agent of change, agen perubahan dari sebuah bangsa.
Namun
sangat disayangkan, pasca reformasi, gerakan yang dilakukan oleh
mahasiswa cenderung stagnan. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh
mahasiswa juga tidak pernah membuahkan hasil yang berarti. Gerakan yang
didominasi oleh aksi jalanan, yang sekarang jika dilihat secara jumlah
cenderung menyusut. Yang menyedihkan lagi, aksi jalanan tersebut semakin
lama memiliki citra yang kurang baik di mata masyarakat. Aksi yang bisa
dipastikan menimbulkan kemacetan lalu lintas, berujung pada bentrok,
bahkan pengrusakan fasilitas umum, menambah citra buruk dari aksi
jalanan yang dilakukan mahasiswa. Mungkin juga ada kriminalisasi dari
aksi jalanan yang dilakukan mahasiswa, atau aksi jalanan yang ‘disusupi’
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, yang jelas bahwa
gerakan mahasiswa hanya ‘sekedar hidup’, belum ada format baru yang
berarti.
Menjelang
penghujung tahun 2011, publik dikejutkan oleh dua peristiwa bersejarah
yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa. Yang pertama, lahirnya gerakan
mahasiswa yang secara terang-terangan menjadi tulang punggung partai
politik. Yang kedua, gerakan mahasiswa yang dilakukan secara individu
dengan menjadikan dirinya sebagai martir. Lahirnya Liga Mahasiswa NasDem
sebagai tulang punggung dari Partai NasDem, maupun aksi bakar diri
Sondang (mahasiswa UBK) di depan istana Negara. Format baru dari kedua
gerakan mahasiswa tersebut tentu saja tidak banyak yang menduga akan
terjadi. Gerakan mahasiswa yang akhirnya sebagai pemicu, baik pro-kontra
yang terus bergulir sampai saat ini. Namun dapat dipastikan ada
ketakutan kelompok tertentu dengan hadirnya dua format baru gerakan
mahasiswa tersebut.
Format
baru gerakan mahasiswa tersebut memiliki kekuatan tersendiri, kekuatan
yang lebih terorganisir dan lebih massif, baik karena adanya satu tujuan
bersama ataupun berdasarkan satu emosi yang dilandasi perasaan sesama
mahasiswa. Tidak dapat dipungkiri, peristiwa revolusi yang terjadi di
luar negeri juga menjadi efek domino gerakan mahasiswa yang ada di
Indonesia. Pencarian format baru gerakan mahasiswa tentu saja dilandasi
oleh beberapa kenyataan yang terjadi selama ini. Kenyataan yang
sebenarnya bahwa gerakan mahasiswa tersebut menginginkan adanya suatu
perubahan yang terjadi di Indonesia, tentunya perubahan menuju hal yang
lebih baik.
Lahirnya gerakan mahasiswa yang jumlahnya lebih besar selalu hadir karena adanya common enemy
(musuh bersama). Sebagai contoh misalnya pada terbentuknya aliansi
taktis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang pada saat itu
menyerang pemerintahan Orde Lama dengan Tritura-nya, atau gerakan
mahasiswa 1998 yang menginginkan perubahan lengsernya penguasa rezim
Orde Baru. Organisasi mahasiswa yang tadinya terkotak-kotak bisa saja
menjadi satu kesatuan yang utuh dan memiliki kekuatan penuh dengan
adanya common enemy (musuh bersama).
Mahasiswa
walaupun disibukkan dengan kuliahnya, namun sehari-harinya secara
langsung merekam dan merasakan kinerja yang dilakukan pemerintah.
Mahasiswa merekam dan merasakan dari sistem pendidikan yang ada di
kampus, dari pemilik kost, dari penjual buku, dari penjual makanan, dari
warga sekitar kampus, intinya dari masyarakat yang bersentuhan langsung
dengan mahasiswa. Dari situlah gerakan mahasiswa timbul, dari situlah
mereka menemukan common enemy (musuh bersama).
Sudah
saatnya pemerintah mengakomodir gerakan mahasiswa, gerakan yang selama
ini banyak berperan dalam menentukan sejarah bangsa Indonesia. Jangan
sampai pemerintah lalai, terlebih lagi sampai pemerintah dianggap
sebagai common enemy (musuh bersama) oleh gerakan mahasiswa.
Kalau hal tersebut terjadi, bisa jadi karena pemerintah telah gagal
mengakomodir kepentingan gerakan mahasiswa. Tentu saja, cepat atau
lambat, mahasiswa akan menemukan sendiri format baru dari gerakan
mahasiswa untuk mencapai tujuan bersama, tujuan yang lebih baik
tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar