Cari Blog Ini

Rabu, 11 Januari 2012



Format Baru Gerakan Mahasiswa




Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia bahkan di dunia, mahasiswa memiliki peran yang strategis. Di Indonesia, mahasiswa memiiki andil yang besar dalam proses kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebutlah Soekarno, Hatta, Sjahrir, mereka meniti perjuangannya ketika menjadi mahasiswa. Proses peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru juga dimotori oleh gerakan mahasiswa. Dalam kekuasaan Orde Baru yang otoriter, sempat pula terjadi peristiwa yang digerakkan oleh mahasiswa, seperti; Peristiwa Malari, gerakan anti-TMII. Selanjutnya, reformasi 1998 juga dimotori oleh gerakan mahasiswa. Jadi tidak salah jika banyak yang menyebut bahwa mahasiswa adalah agent of change, agen perubahan dari sebuah bangsa.
Namun sangat disayangkan, pasca reformasi, gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa cenderung stagnan. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa juga tidak pernah membuahkan hasil yang berarti. Gerakan yang didominasi oleh aksi jalanan, yang sekarang jika dilihat secara jumlah cenderung menyusut. Yang menyedihkan lagi, aksi jalanan tersebut semakin lama memiliki citra yang kurang baik di mata masyarakat. Aksi yang bisa dipastikan menimbulkan kemacetan lalu lintas, berujung pada bentrok, bahkan pengrusakan fasilitas umum, menambah citra buruk dari aksi jalanan yang dilakukan mahasiswa. Mungkin juga ada kriminalisasi dari aksi jalanan yang dilakukan mahasiswa, atau aksi jalanan yang ‘disusupi’ oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, yang jelas bahwa gerakan mahasiswa hanya ‘sekedar hidup’, belum ada format baru yang berarti.
Menjelang penghujung tahun 2011, publik dikejutkan oleh dua peristiwa bersejarah yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa. Yang pertama, lahirnya gerakan mahasiswa yang secara terang-terangan menjadi tulang punggung partai politik. Yang kedua, gerakan mahasiswa yang dilakukan secara individu dengan menjadikan dirinya sebagai martir. Lahirnya Liga Mahasiswa NasDem sebagai tulang punggung dari Partai NasDem, maupun aksi bakar diri Sondang (mahasiswa UBK) di depan istana Negara. Format baru dari kedua gerakan mahasiswa tersebut tentu saja tidak banyak yang menduga akan terjadi. Gerakan mahasiswa yang akhirnya sebagai pemicu, baik pro-kontra yang terus bergulir sampai saat ini. Namun dapat dipastikan ada ketakutan kelompok tertentu dengan hadirnya dua format baru gerakan mahasiswa tersebut.
Format baru gerakan mahasiswa tersebut memiliki kekuatan tersendiri, kekuatan yang lebih terorganisir dan lebih massif, baik karena adanya satu tujuan bersama ataupun berdasarkan satu emosi yang dilandasi perasaan sesama mahasiswa. Tidak dapat dipungkiri, peristiwa revolusi yang terjadi di luar negeri juga menjadi efek domino gerakan mahasiswa yang ada di Indonesia. Pencarian format baru gerakan mahasiswa tentu saja dilandasi oleh beberapa kenyataan yang terjadi selama ini. Kenyataan yang sebenarnya bahwa gerakan mahasiswa tersebut menginginkan adanya suatu perubahan yang terjadi di Indonesia, tentunya perubahan menuju hal yang lebih baik.
Lahirnya gerakan mahasiswa yang jumlahnya lebih besar selalu hadir karena adanya common enemy (musuh bersama). Sebagai contoh misalnya pada terbentuknya aliansi taktis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang pada saat itu menyerang pemerintahan Orde Lama dengan Tritura-nya, atau gerakan mahasiswa 1998 yang menginginkan perubahan lengsernya penguasa rezim Orde Baru. Organisasi mahasiswa yang tadinya terkotak-kotak bisa saja menjadi satu kesatuan yang utuh dan memiliki kekuatan penuh dengan adanya common enemy (musuh bersama).
Mahasiswa walaupun disibukkan dengan kuliahnya, namun sehari-harinya secara langsung merekam dan merasakan kinerja yang dilakukan pemerintah. Mahasiswa merekam dan merasakan dari sistem pendidikan yang ada di kampus, dari pemilik kost, dari penjual buku, dari penjual makanan, dari warga sekitar kampus, intinya dari masyarakat yang bersentuhan langsung dengan mahasiswa. Dari situlah gerakan mahasiswa timbul, dari situlah mereka menemukan common enemy (musuh bersama).
Sudah saatnya pemerintah mengakomodir gerakan mahasiswa, gerakan yang selama ini banyak berperan dalam menentukan sejarah bangsa Indonesia. Jangan sampai pemerintah lalai, terlebih lagi sampai pemerintah dianggap sebagai common enemy (musuh bersama) oleh gerakan mahasiswa. Kalau hal tersebut terjadi, bisa jadi karena pemerintah telah gagal mengakomodir kepentingan gerakan mahasiswa. Tentu saja, cepat atau lambat, mahasiswa akan menemukan sendiri format baru dari gerakan mahasiswa untuk mencapai tujuan bersama, tujuan yang lebih baik tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar